Ibu Esti |
Seorang
ibu dari Pasar Kliwon, Hastuti menangis dan bingung. Anaknya yang masih duduk
di kelas XI di keluarkan dari sekolahnya. Tanpa pernah mendapat surat
peringatan maupun surat panggilan dari pihak sekolah, dia divonis harus keluar dari sekolah. Hastuti
menyatakan keputusan sekolah tersebut
sudah final.
Keputusan
DO tersebut diketahui hastuti saat pengambilan rapor pada ….di SMA….Pagi itu
saat pengambilan rapat kelas XI semester genap, tiba-tiba wali kelas
memberitahukan agar dia mengambil raport di ruang BP (Bimbingan Penyuluh). Si ibu
hanya berpikir apakah masih ada urusan administrasi yang harus diselesaikan.
Maklum keluarga ibu ini tergolong tidak mampu sehingga untuk biaya sekolah
tetap berharap ada keringanan dengan mengurus BPMKS (Bantuan Pendidikan
Masyarakat Kota Surakarta) dan bantuan dari pihak lain yang kadang
pembayarannya terlambat.
Hal ini membuat si anak beberapakali mendapat
perlakuan istimewa dengan memisahkan anak-anak siswayang belum memenuhi biaya administrasi harus mendapat ijin
dari BP untuk mengikuti ujian dan disediakan ruang tersendiri, terpisah dari
temen-temen kelasnya, dengan alasan belum menyelesaikan SPP dan atau cicilan
dana pengembangan sekolah.
Setelah
ibu tadi bertemu dengan guru BP yang dimaksud, barulah di jelaskan panjang
lebar tentang perilaku anak selama ini di sekolah maupun kejadian yang
dilaporkan orangtua siswa lain yang anaknya pernah menjadi korban pemukulan di
luar sekolah. Sontak saja si ibu tersebut kaget dan kecewa karena selama ini
tidak pernah ada surat panggilan atau surat peringatan sehubungan dengan
kejadian –kejadian yang tercatat dalam buku kasus/ masalah siswa di BP.
lalu
guru tersebut menjelaskan bahwa anak-anak diberi kewenangan untuk
mempertanggungjawabkan semua rangkaian kejadian tersebut tanpa sepengetahuan
orangtua/wali siswa karena dianggap telah dewasa. Guru tersebut hanya
menyarankan agar secepatnya mencarikan sekolah baru agar si anak bisa
melanjutkan ke kelas XII. Sementara raport masih di tahan sampai biaya-biaya
yang tertunggak di selesaikan. Sementara dana BPMKS tidak kunjung cair karena
adanya pembatasan quota siswa miskin dan masalah administrasi lainnya. Pihak
sekolah hanya memberi waktu untuk mengurus adiministrasi yang tertunggak untuk
mendapatkan raport dan surat keterangan pindah sebagai pendukung kepindahan siswa.
Dengan
berat hati si ibu terpaksa harus mencarikan sekolah baru dengan biaya baru dan
seragam baru. inikah wajah sistem pendidikan di Kota Surakarta? Semoga tidak
ada anak/siswa yang mengalami hal tersebut di masa mendatang. Esti Widi Handayani, Mitra Pattiro –
Jarpuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar