Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi umat muslim. Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu dalam firman-Nya dalam Al-Qur`an surat Al-Mujaadilah ayat 11 : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Orang-orang yang berilmu akan pula dimudahkan jalannya ke syurga oleh Allah dan senantiasa didoakan oleh para malaikat.
Salah satu tempat menimba ilmu pengetahuan adalah pondok pesantren. Pondok Pesantren (Ponpes) merupakan salah satu tempat yang digunakan oleh para santriwan dan santriwati untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam. Pesantren di Indonesia biasanya lebih mengedepankan ilmu pengetahuan mengenai agama Islam meskipun sudah banyak pesantren yang juga mengelaborasikan antara pendidikan umum dan agama. Bahkan beberapa pesantren bukan hanya digunakan sebagai tempat belajar untuk masyarakat muslim saja akan tetapi juga masyarakat non muslim.
Sudah banyak nilai positif pesantren yang diketahui oleh masyarakat. Selain sebagai tempat belajar para santri di lingkungan pesantren (santri mondok), tak jarang para pimpinan pesantren (Kyai) juga sering berkiprah ikut membangun masyarakat di luar pesantren. Hal-hal yang dilakukan antara lain mengorganisir para jamaah sekitar pesantren untuk mengikuti mujahadah, pengajian, memperbaiki akhlakul karimah para jamaah dan sebagainya.
Para kyai dan keluarganya biasa melakukan dakwah lillahita’ala tanpa mengenal lelah dan tidak mengaharapkan imbalan dengan senang hati ikut berdakwah di tengah masyarakat. Mereka dengan kepiwaiannya menjadi seorang mobilisator umat untuk lebih mendekatkan diri pada sang kholiq. Dan sungguh luar biasa, jamaah yang datang ribuan berduyun-duyun dengan suka rela mendatangi kegiatan seperti pengajian untuk mendengar tawasiah dari seorang kyai.
Tentunya kita cukup gembira melihatnya, suatu lembaga pendidikan yang jatah APBD sedikit bahkan kadang tidak mendapatkan subsidi bisa terus melakukan fungsinya sebagai media pendidikan tanpa mengenal lelah. Banyak sekali tokoh yang lahir dari dunia pesantren. Misalkan saja KH Hasyim Muzadi, Gus Dur, Mahfud MD dan sebagainya.
Memang kebanyakan dunia pesantren Indonesia tidak mengedepankan sertifikasi lulusan santriwan/wati alumni ponpes tersebut. Hal ini dilakukan agar pesantren sebagai media belajar untuk menuntut ilmu pengetahuan tidak menjadi media legalitas yang hanya bisa meluluskan para santri tapi ketika santri keluar pesantren tidak bisa memberi manfaat akan ilmu-ilmunya yang telah didapat di pesantren di tengah masayarakat. Sekali lagi kalangan pesantren lebih menjunjung bahwa mencari ilmu itu wajib bagi kaum muslim bukan untuk melahirkan seseorang yang takabur dengan ilmunya.
Hal yang perlu dibenahi
Selama ini dunia pesantren memang mempunyai aturan yang ketat kepada para santrinya khususnya untuk yang putri. Entah aturan itu dibuat keluarga kyai maupun para pengurus pesantren sendiri. Banyak sekali para santri yang hanya terkungkung atau enjoy tinggal di pesantren dan tidak mengetahui perkembangan di luar pesantren. Akibatnya sering terjadi gap (meski tidak kentara) antara santri dan masyarakat.
Para santri yang sudah mendalami berbagai ilmu pengetahuan keagamaan ketika keluar dari pesantren tidak bisa mewarnai tempat tinggal mereka dengan ilmu-ilmunya. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pembelajaran mengenai ketrampilan para santri untuk bisa terjun di tengah masyarakat. Entah itu pelajaran mengenai cara berpidato, bertilawah, mengorganisir masyarakat, menjadi faslitator atau persoalan keorganisasaian lainnya.
Tidak heran jika para alumni pesantren tidak bisa berbuat apa-apa di tengah masyarakat. Ilmu yang sebenarnya bisa diberikan kepada orang lain hanya bisa dinikmati dia sendiri. Jika kondisi seperti ini dibiarkan terus-menerus maka dunia pesantren akan kesulitan mendapatkan para alumni yang bisa seperti Pak Kyai dan keluarganya bisa membangun masyarakat ala pesantren.
Untuk mengatasinya bisa dilakukan dengan praktik pembelajaran santri terjun di masyarakat dalam waktu tertentu. Contohnya di perguruan Tinggi (PT) adalah terjunnya mahasiswa di tengah masyarakat yang biasa di sebut KKN (Kuliah Kerja Nyata). Dengan demikian akan ada kemudahan ketika melahirkan tokoh-tokoh masyarakat dari dunia pesantren.
Oleh Latri
Pegiat Pattiro Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar