Rabu, 29 Juli 2015

Siap-siap Adanya Gelontoran Dana Desa

Oleh: Sulatri, Pegiat Pattiro Surakarta

Saat ini sedang ramainya isu mengenai UU desa yang banyak disorot lembaga maupun personal.  Hal itu juga tidak lepas dengan usaha bagaimana agar program tersebut tepat sasaran dan tidak terjadi korupsi. Maka harus ada berbagai usaha untuk melakukan pencegahan korupsi. Salah satunya adalah meningkatkan peran radio komunitas untuk ikut memantau program tersebut dan menjadi media warga untuk bisa bersuara.

Dalam survai yang dilakukan KPK (Komisi Pemerantasan Korupsi) di beberapa tempat di Indonesia didapatkan fakta bahwa ada wilayah yang memang sudah berani mengucurkan dana 1 M ke desa-desa wilayahnya. Tapi ketika diteliti ternyata anggaran tersebut belum bisa mensuport pembangunan lebih jelas dan larinya kemana anggaran tersebut juga masih menjadi pertanyaan.  Bahkan ketika dijadikan proyek banyak pelaku proyek yang masih hanya ditunjuk oleh pemerintah. Banyak juga desa-desa yang tidak tahu akan adanya dana desa yang jumlahnya cukup besar.

Dengan adanya dana desa yang cukup besar tersebut kita bersama-sama mendorong masyarakat untuk berpartisipasi mengikuti pemantauan penggunaan dana tersebut.  KPK melakukan survai tentang kesiapan gelontoran uang pembangunan desa yang cukup besar ke desa-desa. Ada yang bilang itu mudah dan ada juga perangkat yang tidak tahu akan adanya gelontoran dana tersebut.

Melalui adanya radio komunitas diharapkan menjadi media curhat dan partisipasinya masyarakat untuk memantau jalanya program tersebut.  Hingga saat ini banyak orang yang datang dalam proses-proses musrenbang (musyawarah rencana pembangunan) hanya sekedar datang tapi kurang atau tidak memback-up apa yang harus diperjuangkan. Akhirnya hasilnya tidak berkualitas dan tidak sesuai dengan yang masyarakat harapkan.

Kalau dalam proses-proses pembangunan terutama penggunaan anggaran itu yang tahu hanya satu dua orang maka kemungkinan penyelewengan penggunaan anggaran besar sekali.  Adanya UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik) no 14 tahun 2008 diharapkan bisa mendorong badan publik itu lebih transparan. Tapi faktanya hingga kini juga belum bisa terlaksana dengan baik. Bahkan yang memberikan informasi public sering diajukan ke ranah hokum dan mendapatkan sanksi. Dan seringnya yang kena itu bukan orang intansi dari badan publik yang bersangkutan.

Berbagai variasi tanggapan akan adanya dana desa. Faktanya belum tentu birokrat di Jawa leih paham dibandingkan yang diluar Jawa. Survai yang dilakukan Pattiro Surakarta juga menemukan banyak pemerintah desa yang belum paham akan dana desa. Ketika ditanya mereka justru meminta silahkan langsung menanyakan ke pemerintah kabupaten.  Kendalanya juga tidak lepas dengan adanya regulasi. Tumpang tindihnya regulasi banyak membawa para pemimpin daerah yang justru masuk ke penjara. Maka jangan sampai adanya desa juga akan mengakibatkan hal seperti itu. Maka regulasi terkait dengan program tersebut juga harus dibuat sesempurna mungkin.

Unsur keadilan dana jumlah dana desa juga masih dipertanyakan. Ada desa yang jumlah dan wilayahnya kecil jangan disamaratakan dengan desa yang mempunyai jumlah penduduk banyak dan wilayahnya cukup besar.

Kita masih menemui bahwa musrenbangdes/kel yang memang sudah jalan dengan baik dari bawah tiba-tiba dipotong kompas. Begitu sampai ditangan penguasa usulan-usulan warga di coret dan digantikan dengan yang lain tanpa koordinasi.

Kedepannya sebaiknya agar masing-masing lembaga yang menyoroti pelaksanaan dana desa itu tidak berjalan sendiri-sendiri. Masing-masing saling bekerjasama dengan poksi sesuai dengan geraknya lembaga masing – masing. Jika yang bersuara itu banyak tentu akan lebih didengar dan mendapatkan perhatian.  Kita bisa mencontoh penjual akik, bagaimana agar akik itu laku maka para pedagang tidak hanya satu dua yang menyatakan akik itu berharga. Banyak penjual yang memang ingin menjual barang tersebut agar diminati orang dan mau membelinya. Akhinya akik banyak dikeroyok orang.

Misalnya masing-masing lembaga mengambil isu yang ditangani. Pattiro mengambil isu politik anggaran agar transparan, Spek-HAM mendorong perempuan bersuara dan memperjuangkan haknya, JRKI menjadi media masyarakat untuk menyuarakan dan ikut memantau program tersebut. Dan diharapkan antar lembaga juga saling kerjasama. Misalkan dengan saling mengundang atau mensuport kegiatan yang dilakukan lembaga yang lainnya.

Kegiatan yang dilakukan diharapkan jangan hanya berhenti dalam ceremonial semata tapi ditindaklanjuti sampai aksi. Pelaku korupsi harus dipersempit dan dikeroyok bersama-sama.
Caranya:
  1. 1.       Regulasi harus dikemas agar mudah dipahami dn masyarakat bisa memantau lebih mudah.
  2. 2.       Informasi dibuat yang jelas dan akses masyarakat untuk memantau mudah.
  3. 3.       Masyarakat harus peduli (siap berpatisipasi)
  4. 4.       Farum-farum untuk mendorong transparansi perlu dipersering
  5. 5.   Koruptor dipublikasikan dan dipermalukan sebagai wujud sanksi social. Hal ini diharapkan bisa  mencegah orang untuk melakukan korupsi.
  6. 6.       Koruptor dimiskinkan
  7. 7.       Ada hukuman tambahan bagi koruptor. Misalnya korupsi dana bencana dihukum mati. 
  8. 8.     Mencoba mengubah cara pandang. Misalnya ada keluarga atau teman kita akan melakukan korupsi  kita mencoba mengingatkan bukan justru menjadi tim sukses.


cBincang komunitas: memantabkan gerakan anti korupsi melalui radio komunitas”
Pembicara : Budi Herwanto JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia) & Prihara Nugraha (Jubir KPK)  di Kantor JRKI Solo, 29 Juli 2015


Peserta yang hadir: radio-radio komunitas yang masuk dalam JRKI, Spek-HAM, Pattiro Surakarta, Sompis, KPK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar