Oleh: Sulatri, Pegiat Pattiro Surakarta
Saat ini sedang ramainya isu mengenai UU desa
yang banyak disorot lembaga maupun personal.
Hal itu juga tidak lepas dengan usaha bagaimana agar program tersebut
tepat sasaran dan tidak terjadi korupsi. Maka harus ada berbagai usaha untuk
melakukan pencegahan korupsi. Salah satunya adalah meningkatkan peran radio
komunitas untuk ikut memantau program tersebut dan menjadi media warga untuk
bisa bersuara.
Dalam survai yang dilakukan KPK (Komisi
Pemerantasan Korupsi) di beberapa tempat di Indonesia didapatkan fakta bahwa
ada wilayah yang memang sudah berani mengucurkan dana 1 M ke desa-desa
wilayahnya. Tapi ketika diteliti ternyata anggaran tersebut belum bisa
mensuport pembangunan lebih jelas dan larinya kemana anggaran tersebut juga
masih menjadi pertanyaan. Bahkan ketika
dijadikan proyek banyak pelaku proyek yang masih hanya ditunjuk oleh
pemerintah. Banyak juga desa-desa yang tidak tahu akan adanya dana desa yang
jumlahnya cukup besar.
Melalui adanya radio komunitas diharapkan menjadi
media curhat dan partisipasinya masyarakat untuk memantau jalanya program
tersebut. Hingga saat ini banyak orang
yang datang dalam proses-proses musrenbang (musyawarah rencana pembangunan)
hanya sekedar datang tapi kurang atau tidak memback-up apa yang harus
diperjuangkan. Akhirnya hasilnya tidak berkualitas dan tidak sesuai dengan yang
masyarakat harapkan.
Kalau dalam proses-proses pembangunan terutama
penggunaan anggaran itu yang tahu hanya satu dua orang maka kemungkinan
penyelewengan penggunaan anggaran besar sekali. Adanya UU KIP (Keterbukaan Informasi Publik)
no 14 tahun 2008 diharapkan bisa mendorong badan publik itu lebih transparan. Tapi
faktanya hingga kini juga belum bisa terlaksana dengan baik. Bahkan yang
memberikan informasi public sering diajukan ke ranah hokum dan mendapatkan
sanksi. Dan seringnya yang kena itu bukan orang intansi dari badan publik yang
bersangkutan.
Berbagai variasi tanggapan akan adanya dana
desa. Faktanya belum tentu birokrat di Jawa leih paham dibandingkan yang diluar
Jawa. Survai yang dilakukan Pattiro Surakarta juga menemukan banyak pemerintah
desa yang belum paham akan dana desa. Ketika ditanya mereka justru meminta
silahkan langsung menanyakan ke pemerintah kabupaten. Kendalanya juga tidak lepas dengan adanya
regulasi. Tumpang tindihnya regulasi banyak membawa para pemimpin daerah yang justru
masuk ke penjara. Maka jangan sampai adanya desa juga akan mengakibatkan hal
seperti itu. Maka regulasi terkait dengan program tersebut juga harus dibuat
sesempurna mungkin.
Unsur keadilan dana jumlah dana desa juga masih
dipertanyakan. Ada desa yang jumlah dan wilayahnya kecil jangan disamaratakan
dengan desa yang mempunyai jumlah penduduk banyak dan wilayahnya cukup besar.
Kita masih menemui bahwa musrenbangdes/kel yang
memang sudah jalan dengan baik dari bawah tiba-tiba dipotong kompas. Begitu sampai
ditangan penguasa usulan-usulan warga di coret dan digantikan dengan yang lain
tanpa koordinasi.
Kedepannya sebaiknya agar masing-masing lembaga
yang menyoroti pelaksanaan dana desa itu tidak berjalan sendiri-sendiri. Masing-masing
saling bekerjasama dengan poksi sesuai dengan geraknya lembaga masing – masing.
Jika yang bersuara itu banyak tentu akan lebih didengar dan mendapatkan
perhatian. Kita bisa mencontoh penjual
akik, bagaimana agar akik itu laku maka para pedagang tidak hanya satu dua yang
menyatakan akik itu berharga. Banyak penjual yang memang ingin menjual barang
tersebut agar diminati orang dan mau membelinya. Akhinya akik banyak dikeroyok
orang.
Misalnya masing-masing lembaga mengambil isu
yang ditangani. Pattiro mengambil isu politik anggaran agar transparan,
Spek-HAM mendorong perempuan bersuara dan memperjuangkan haknya, JRKI menjadi
media masyarakat untuk menyuarakan dan ikut memantau program tersebut. Dan diharapkan
antar lembaga juga saling kerjasama. Misalkan dengan saling mengundang atau
mensuport kegiatan yang dilakukan lembaga yang lainnya.
Kegiatan yang dilakukan diharapkan jangan hanya
berhenti dalam ceremonial semata tapi ditindaklanjuti sampai aksi. Pelaku
korupsi harus dipersempit dan dikeroyok bersama-sama.
Caranya:
- 1. Regulasi harus dikemas agar mudah dipahami dn masyarakat bisa memantau lebih mudah.
- 2. Informasi dibuat yang jelas dan akses masyarakat untuk memantau mudah.
- 3. Masyarakat harus peduli (siap berpatisipasi)
- 4. Farum-farum untuk mendorong transparansi perlu dipersering
- 5. Koruptor dipublikasikan dan dipermalukan sebagai wujud sanksi social. Hal ini diharapkan bisa mencegah orang untuk melakukan korupsi.
- 6. Koruptor dimiskinkan
- 7. Ada hukuman tambahan bagi koruptor. Misalnya korupsi dana bencana dihukum mati.
- 8. Mencoba mengubah cara pandang. Misalnya ada keluarga atau teman kita akan melakukan korupsi kita mencoba mengingatkan bukan justru menjadi tim sukses.
cBincang komunitas:
memantabkan gerakan anti korupsi melalui radio komunitas”
Pembicara : Budi Herwanto
JRKI (Jaringan Radio Komunitas Indonesia) & Prihara Nugraha (Jubir
KPK) di Kantor JRKI Solo, 29 Juli
2015
Peserta yang hadir: radio-radio komunitas yang
masuk dalam JRKI, Spek-HAM, Pattiro Surakarta, Sompis, KPK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar