Minggu, 05 April 2015

Merunut Mata Rantai Kebijakan Penganggaran Kota Surakarta


Khabibi
            Seusai kegiatan pembelajaran analisis anggaran yang telah diselenggarakan oleh PATTIRO  Surakarta di Bandungan, Semarang. Menjadi penting, PATTIRO Surakarta menindaklanjuti kegiatan yang sudah dilaksanakan tersebut. Untuk melanjutkan kajian secara lebih mendalam dan memberikan harapan bagi publik untuk lebih kritis. Dan dapat memberi penilaian tentang kebijakan penganggaran Kota Surakarta, maka digelarlah diskusi komunitas “merunut mata rantai kebijakan penganggaran Kota Surakarta”, oleh Pattiro Surakarta di Hotel Sahid Kusuma  Solo, Jumat, (24/10/2014).
            Kajian kebijakan penganggaran pada pertemuan ini, berkaitan secara lebih mendalam tentang Penganggaran seperti  RPJMD 2012-2014, RKPD, KUA, PPAS dan APBD. Kajian ini didesain sedemikian rupa dengan melibatkan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan, mendorong reformasi administrasi dan menjadi progam wacana ke publik yang seringnya hanya mengikuti MUSRENBANG terhenti pada tingkat kota.  Melalui kajian ini publik kedepannya bisa dilibatkan dalam mengawal kebijakan yang akan dicanangkan oleh Pemerintah Kota Surakarta.
            Harapan dari pertemuan ini, mendorong publik untuk belajar dengan kaitannya proses perencanaan dan penganggaran progam pemerintah kota apakah progam yang dicanangkan mempunyai nilai efektif atau tidak, seperti contohnya pembelian transportasi jaladara dari sisi anggaran dan pendapatan yang diperoleh. Agar menjadi dasar kajian, dokumen-dokumen satu dengan lainnya. Seperti RPJMD, RKPD, KUA-PPAS dan APBD di integrasikan. Tujuan integrasi ini agar memudahkan untuk dianalisis dan dapat diketahui tingkat konsistensinya.
            Dasar kajian adalah berdasar data tahun 2012-2014, dengan integrasi dokumen RPJMD-RKPD, RKPD-KUA-PPAS, KUA-PPAS dengan APBD. Dengan dicontohkan di dokumen A ada tetapi di dokumen B tidak ada bagaimana menganalisisnya, Pertama, mengenai dokumen RPJMD kesehatan yang dikaitkan dengan RKPD berhubungan, kemudian turun ke KUA-PPAS  berhubungan kemudian dikaitkan dengan APBD kesehatan tidak berhubungan. Jadi, alur dari integrasi memang harus runut untuk menjadi dasar agar dapat dianalisis.
            Dengan melalui proses kajian, Hasil dari analisis tersebut menurut Adi (MPPS), di dalam dokumen RKPD tidak teruraikan dengan jelas dan tidak sesuai dengan RPJMD dalam KUA-PPAS dijabarkan dalam 20 kegiatan. Dan APBD hanya menjelaskan lebih kepada operasionalnya. Menurut alif (PATTIRO), dalam konteks mengenai anggaran tidak dapat diganti-ganti pada belanja tidak langsung. Sebab negara/pemerintah itu selalu mendahulukan kepentingan pegawainya, apabila  disebutkan untuk PAD Tahun 2015 mengenai belanja tidak langsung besarannya 64% kita biarkan saja yang menjadi intervensi kita yaitu pada belanja langsung 30%. Dari poin-poin yang sudah disebutkan tentu menyikapi atau dicari satu hal yang bermasalah dan tidak mungkin mempengarui semua anggaran. Alokasi SKPD kita ambil yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, bisa sektor kesehatan, pendidikan atau sektor-sektor lainya yang saling tumpang tindih.
            Kedepannya harus menentukan satu isu seperti proses membuat kebijakan di Solo seperti Sektor SKPD apa yang menjadi pencapaian program pemerintah Kota Surakarta di dalam proses belajar mengenai anggaran itu kita juga harus mempunyai referensi di kota/kabupaten lainnya bukan hanya di Surakarta seperti membaca trend APBD dari tahun 2012-2015 seperti apa, ketika trennya naik dibandingkan dengan kebutuhan masyarakatnya. Minimal kedepan ada pencapaian target yang diharapkan bersama.
Pada akhir diskusi tersebut dapat disimpulkan bahwa perlu ada kajian lebih lanjut, sehingga diskusi mengenai penganggaran yang kompleks lebih bisa ditekankan dengan mengerucut pada pemahaman yang memberikan asumsi bahwa masyarakat dapat mengawal progam-progam penganggaran apakah mempunyai nilai efektifivitas atau tidak dari pemerintah kota surakarta. Dimana mayarakat dilibatkan secara langsung dalam pembuatan kebijakan. Forum ini diselenggarakan, agar masyarakat mempunyai kesempatan menetapkan alokasi sumber daya yang ada, membuat prioritas kebijakan sosial dan memantau belanja anggaran publik.

Oleh: Achmad Khabibi – Pegiat Fosminsa,

Magang di Pattiro Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar