Ketika Civil Society Organizations (CSO) akan
melakukan upaya mendorong reformasi birokrasi ada beberapa hal penting yang
harus disiapkan. Antara lain: persamaan peserpsi seperti apa birokrasi yang
akan dilakukan. Kedua, hal apa yang akan dilakukan dan yang ketiga adalah
profesionalitas atau isu apa yang akan diperjuangkan dari lembaga yang akan
melakukan reformasi birokasi. Hal ini terungkap dalam Diskusi Kualisi “memotret
agenda reformasi birokrasi dalam proses perencanaan dan penggangaran di
Kota Surakarta” yang diselenggarakan Pattiro Surakarta, di Solobistro Solo,
Sabtu,26 April 2014.
Menyanggkut reformasi birokrasi disandingkan dengan UU PP peserta mengganggap
peran eksekutif belum maksimal. Terlihat masih adanya diskriminasi, lemahnya
pengawasan secara internal. Dan pengawasan eksternal, mengenai jabatan kepala
dinas tidak sesuai dengan kapasitasnya/profesinya. Kemudian peran DPRD seperti
apa. Kenapa anggaran untuk masyarakat masih sering adanya capur tangan dari SKPD
Alex Taufiq, Ketua MP3S (Masyarakat Peduli Pelayanan Publik Surakarta) memberi
contoh untuk fasilitas kantor ada dua dinas yang tidak sesuai dengan pelayanan
publik seperti Dinsostrans. Dan ini dampak dimana pemerintah bergerak tenaga
kerja ditambah namun pengangguran kurangi namun fasilitas tidak diperbaiki.
Maka perlu adanya pos pelayanan terpadu yang melibatkan masyarakat, mengenai
pengawasan diinternal dirasa masih kurang maksimal terutama di Inspektorat
untuk eksternal perlu adanya proaktif dari masyarakat. Sosialisasi kurang
sekali, untuk SDM sering kebijakan eksekutif itu tidak sesuai dengan profesinya.
“Jadi ringkasnya mekanisme
yang tidak sesuai dengan kompetensinya, lembaga yang dibentuk sebagai
formalitas tidak fungsional, adanya Pos pelayanan terpadu” Ungkap Andwi Joko
Direktur Pattiro Surakarta. Ketika terlibat dimurembang ketidaketauan
mengenai platform dana dan pembagian yang tidak merta menimbulkan kecemburuaan.
Untuk pencairan dana DPK menjadi 2 termin dan setiap termin ini harus
menggunakan SPJ untuk menelurkan termin yang ke- 2, dan syarat yang Dinilai
berbelit-belit, untuk pencairan dimasyarakat adanya PPK lebih diberdayakan.
Pagu anggaran itu sebetulnya semua bisa mendapatkan
bagian yang adil ditingkat kecamatan dan kelurahan tetapi yang terjadi sama
ratanya. Harusnya pagu anggaran itu disesuaikan dengan kondisi wilayah,
pagunya tidak slah hanya dalam menentukan. Pagu tiap daerah berbeda-beda, lebih
ke akses informasi yang dibutuhkan masyarakat bagaimana pejabat birokrasi
menentukan proporsi kebutuhan yang ada dimasyarakat.
Apabila melihat reformasi birokrasi maka bukan hanya
melihat transparansi namun ada hak publik untuk menentukan anggaran, dan
topoksinya itu juga termasuk. Misalnya bagaimana melibatkan masyarakat,
dan memperbaiki kinerja birokrasi dalam perencanaan, pelaksanaan, pengganggaran
sampai evaluasinya.
Kenapa program pemerintah itu gagal salah satu
penyebabnya adanya banyak program yang dipolitisi. Dilihat rasio birokrasi
dengan jumlah penduduk disandingkan dengan anggaran ini menjadi sesuatu apabila
kita bicara mengenai reformasi birokrasi poin-poin seperti yang harusnya
menjadi catatan tersendiri, dan ini perlu dikritisi. Perlu adanya prediksi
kemungkinan yang terjadi kedepan. Bagaimana mendorong masyrakat untuk lebih
kritis, menjadi presure dari sisi yang lain, adanya agenda yang tersembunyi.
“Berarti realitas politik dimasyarakat, adanya
memperkuat reprenstasi politik bagaimana hubungan antara masyarakat yang
memilih dengan yang dipilih itu masyarakat perlu memperkuat hubungan. Hal
ini agar aspirasi masyarakat benar-benar menjadi bahan pertimbangan dalam
membuat kebijakan’, Ungkap Dini Inayati, Direktur Pattiro Semarang.
Sebenarnya sudah banyak peraturan-peraturan jika itu
betul-betul diterapkan bisa tercapai kemajuan. Sayangnya peraturan yang
dikeluarkan itu hanya jalan ditempat. Di lapangan kepatuhan terhadap regulasi
masih kurang. Sehingga memang sangat perlu gerakan dari masyarakat untuk ikut
serta mendorong reformasi birokrasi misalnya pemerintah bisa mentaati
peraturan.
Dalam kontek Reformasi birokrasi dalam hal menilai
kinerja para birokrat, untuk menilai dari sisi anggaran sudah ada namun dalam
mekanismenya belum ada. Kalau melihat dari progresnya, dan lebih realistis
kalau menilai dari personal birokrasi itu sangat sulit, seperti di tingkat
nasional ada reward, reformasi birokrasi mau dimulai dari mana mengenai PP ini.
Hilirnya seperti apa dan disini kita melihat dari hulunya kita bisa menyentuh
anggaran dan perencanaanya seperti apa.
Jadi ada beberapa catatan dilihat dari masing-masing
itu mempunyai peran. Sekilas melihat kedepan dengan melakukan evaluasi terhadap
kinerja. Menilai kinerja apabila masuk dalam SKPD, bagaimana selama ini
dilakukan (serapan alokasi danannya). Kemudian program (program yang
sudah berjalan seperti bagaimana implemtasi program BPJS? Ketika JAMKESDA tidak
diperbolehkan), adanya peran stake holder seperti dari kalangan akademisi yang
turut berperan kemudian dari media yang juga bisa memblow-up. Ungkap Andwi
Joko, Direktur Pattiro Surakarta.
Oleh : Sulatri
Pegiat Pattiro Surakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar