Policy Paper MPPS Bulan November 2013
Kajian dan Rekomendasi
Perbaikan Pelayanan Publik Sektor Pendidikan
MPPS (Masyarakat Peduli
Pendidikan Surakarta)
A. Latar
Belakang
Berbagai permasalahan
berkaitan dengan kebijakan publik tidak akan selesai hanya ditangani jajaran eksekutif,
legislatif maupun yudikatif. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik tidak
lepas dari unsur keterlibatan stakeholder
yang ada baik kalangan organisasi kemasyarakatan (ormas), pemilik modal, ormas sipil
maupun tokoh masyarakat.
MPPS merupakan salah satu
jaringan yang didirikan sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan di
Soloraya yang juga ingin berkontribusi pada negara melalui dunia pendidikan.
Berbagai kegiatan pun telah dilakukan MPPS dalam rangka ikut berpartisipasi
membangun dan mendorong pelaksanaan pendidikan agar lebih baik.
Pada 2013 ini MPPS banyak
melakukan diskusi rutin dan juga advokasi di dunia pendidikan terhadap berbagai
kasus yang masuk dalam pengaduan MPPS. Selama ini di tengah masyarakat banyak
dijumpai berbagai macam keluhan akan dunia pendidikan khususnya untuk
pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi berbagai persoalan tersebut amat
disayangkan jika hanya menjadi rahasia umum yang tidak ada pemecahannya.
Sayangnya, meskipun sudah banyak
kotak pengaduan ternyata banyak masyarakat yang tidak memanfaatkannya. Meskipun
kotak pengaduan itu kosong bukan berarti tidak ada permasalahan dalam dunia
pendidikan. Masyarakat memang tidak berani mengungkapkan permasalahannya. Akan
tetapi banyak juga masyarakat yang lebih memilih menyampaikan pengaduannya
kepada LSM, media massa atau ke walikota. Akan tetapi itu masih bisa dihitung,
masih banyak masyarakat yang hanya diam saja meskipun mereka juga mengeluh.
Untuk itu MPPS bermaksud
menyebarkan formulir pengaduan dalam rangka menjadi media jembatan masyarakat
dan stakeholder terkait. Hal ini
dimaksudkan agar permasalahan dalam dunia pendidikan segera ada pemecahan. Dan,
lebih utama lagi cita-cita berdirinya negara ini bisa tercapai. Akan tetapi
disadari bahwa MPPS tidak akan memecahkan permasalahan pengaduan kasus demi
kasus tetapi lebih utama adalah memberikan masukan terkait kebijakan yang
dibuat pemerintah dalam dunia pendidikan.
Agar proses pengaduan ini
bisa lebih tertata dan sampai ke pemangku kebijakan yang terkait untuk bisa
melakukan perbaikan maka MPPS mencoba mendesain dalam bentuk formulir dan
mempersilahkan masyarakat menyampaikan unek-unek atau mengadu melalui MPPS sebagaimana
telah dipersiapkan di lembaga-lembaga anggota MPPS yang dijadikan posko-posko
pengaduan MPPS maupun melalui pegiat-pegiat MPPS yang tersebar di berbagai
wilayah.
Adanya pengaduan ini juga
kami sosialisasikan ke media massa agar makin banyak warga masyarakat yang
memanfaatkan posko pengaduan. Hal ini sebagai upaya untuk memfasilitasi
pengaduan warga masyarakat yang kadang ada yang tidak berani mengadukan
institusi terkait karena takut mengalami intimidasi dan sebagainya
- Potret
Pelayanan Pendidikan Kota Surakarta.
Dalam memfasilitasi
pengaduan dari masyarakat, MPPS membuka posko pengaduan dengan menampung pengaduan
dalam bentuk pengisian form maupun langsung ke pegiat atau melalui media lainnya.
Dalam formulir pengaduan ini kami buat dalam beberapa versi. Ada berupa form yang
cukup bentuk pengaduannya dengan mencentang dan mengisi pertanyaan serta manambah
uraian tapi sedikit. Dan, ada juga yang memberi keleluasaan pengadu untuk
menjelaskan panjang lebar dengan mengungkapkan permasalahan, kronologis dan
berbagai bukti untuk mempermudah
menyelesaikan kasus tersebut.
Form ini kami sediakan
untuk orang tua atau anak sekolah dari tingkat SD sampai SMA/SMK yang anaknya
sekolah di Kota Surakarta. Kalau form
yang berwujud pertanyaan-pertanyaan kami mencoba mengambil dari form yang
disediakan oleh ombudsmen tapi kita kembangkan sendiri untuk makin mempermudah
mendetailkan persoalan di dunia pendidikan.
1. Responden
Dalam formulir pengaduan
yang diterima di MPPS sejak bulan Mei–November 2013 ini ada 44 warga yang
melakukan pengaduan. Warga yang mengadu kebanyakan berjenis kelamin laki-laki 86%,
sedangkan sisanya 14% oleh perempuan. Di sini kami melihat bahwa yang lebih
berani mengadu itu masih didominasi oleh laki-laki. Sedang dari kategorisasi usia pengadu lebih
banyak usia 31-40 tahun ada 49% dan di bawahnya ada usia 51 tahun ke atas ada
21%. Sedang kategori usia 20 tahun ke bawah tidak ada yang mengadu.
2. Biaya
Dilihat dari pembiayaan ternyata hal yang paling
memberatkan masyarakat adalah biaya studi tour yang jumlahnya 30%, diikuti
sumbangan sukarela 27%, SPP dan sumbangan wajib berjumlah sama 18%, dan yang
paling bawah adalah pembiayaan buku-buku 7%.
Kebanyakan responden
menyatakan tak mengalami permasalahan adiministrasi. Yang tidak mengalami
permasalahan ada 68% dan yang mengalami permasalahan ada 32%. Adapun yang
mengalami permasalahan dalam administrasi menjelaskan adanya pembayaran tanpa
kwitansi. Adanya permasalahan administrasi dalam proses penerimaan murid.
Adanya pungutan uang pembangunan maupun uang gedung sebagai syarat administrasi.
Dan juga melakukan pungutan terhadap orangtua/murid sekolah terkait kelengkapan
administrasi.
4. BOSP
Ditanya mengenai
pengetahuan tentang BOSP (Biaya Operasional Satuan Pendidikan) Surakarta baik
tingkat SD-SMA/SMK kebanyakan masyarakat tidak tahu. Yang tidak tahu sebanyak
71% dan yang tahu hanya 29%. Maka, tidak heran ketika ditanya seberapa besar
perbandingan SPP dan BOSP, banyak yang menjawab tidak tahu 63%, SPP lebih besar
dari BOSP ada 18%, SPP sama dengan BOSP ada 12% dan SPP lebih kecil dari BOSP
ada 7%.
5. Uang
Gedung
Ditanya mengenai keberadaan
uang gedung, responden yang menjawab ada uang gedung 61% dan yang tidak ada
hanya 29%. Adapun jumlah uang gedung itu juga bermacam-macam bahkan ada yang
menyebut sumbangan sukarela tapi kenapa ditentukan jumlah dan waktunya. Apa ini
bukan pungutan? Adapun besarnya berbeda-beda, ada yang Rp 250.000, Rp 300.000,
Rp 1.000.000, Rp 1.200.000, Rp 1.500.000, Rp 2 juta, bahkan ada yang sampai Rp
3.200.000. Tapi ada yang mengisi negosiasi dengan sekolah. Biarpun jumlahnya
berbeda-beda tapi pengadu keberatan dengan adanya tarikan ini.
6. Pelayanan
Petugas
Berkaitan dengan keluhan pelayanan petugas itu paling
banyak ditemui di tenaga pengajar sebesar 50%, petugas administrasi pendidikan
30% dan birokrasi pendidikan sebesar 20%.
7. Persoalan
Fasilitas Pendidikan
Berkaitan dengan persoalan fasilitas pendidikan yang
banyak diadukan masyarakat adalah transportasi ke sekolah 44%, gedung sekolah 30%
dan sarana prasarana sekolah ada 26%.
Dalam keterangannya berkaitan fasilitas pendidikan responden ada yang
mengisi buku-buku pelajaran untuk dipinjamkan terbatas di perpustakaan, Sekolah
dianggap kurang menarik dan kurang bersih.
8. Prosedur
Pendidikan
Berkaitan dengan prosedur pendidikan banyak pengadu yang
menyatakan tidak mempunyai masalah. Adapun yang bermasalah 35% dan 65% yang
menyatakan tidak mengalami permasalahan dalam prosedur pendidikan. Dalam
keterangannya yang bermasalah ada yang menuliskan tidak tahu apa-apa tahu-tahu
disuruh bayar. Dan kurikulum yang tidak tepat serta kurang sempurna.
9. Permasalahan
Menempuh Pendidikan
Biarpun berbagai persoalan ditemui masyarakat dalam
mengakses hak untuk mendapatkan pendidikan tapi secara umum dalam garis
besarnya masyarakat menyatakan tidak bermasalah menempuh pendidikan. Ada 35%
yang menyatakan mengalami permasalahan menempuh pendidikan dan ada 65% yang
menyatakan tidak bermasalah. Yang bermasalah menempuh pendidikan ada yang
menambahkan catatan masih tingginya biaya pendidikan. Dan, kurang sarana dan prasarana
serta perpustakaan kurang lengkap di sekolah.
10. Pelibatan
Penyusunan Kebijakan
Sebagian besar responden menjawab tidak pernah dilibatkan
dalam proses penyusunan kebijakan oleh sekolah. Ada 62% yang menyatakan tidak
pernah. Dan ada 38% menyatakan pernah dilibatkan. Dalam keterangannya ada yang
menuliskan bahwa dalam pelibatan penyusunan kebijakan sekolah ada yang menulis baik atau cukup kebijakan
sekolah dibuat oleh sekolah, sedangkan komite sekolah tinggal baca di hadapan
wali murid.
Sekolah
harus transparan agar tidak membingungkan. Ada yang juga menulis sekolah tidak
bijak. Sekolah perlu mendisiplinkan murid. Sekolah mohon bebas uang SPP.
Pendidikan diharapkan tidak dipungut biaya kecuali seragam dan buku. Kebijakan
pendidikan tidak harus mengikat. Kebijakan kadang masih bisa tawar-menawar.
Kebijakan sayangnya tidak pernah melibatkan orangtua murid. Sekolah sering tidak
melanjutkan hasil rapat dan sekolah kadang mengambil keputusan sendiri. Bahkan,
sekolah masih berorientasi komersial dan memberatkan orangtua murid.
11. Tanggapan Terhadap Kurikulum
Saat Ini
Penilaian
kurikulum saat ini (Kurikulum 2013) ada responden yang menanggapi dengan
menuliskan sudah bagus dan mengalami kemajuan, sudah baik. Kemampuan anak
menyerap informasi sangat kuat jadi bila kurikulum mencakup banyak materi malah
lebih baik.
Kurikulum
2013 dinilai minim sosialisasi. Sekolah yang diberi mandat melakukan seleksi
siswa tidak baik dalam melaksanakannya. Responden menilai ada sistem penawaran
penilaian siswa agar siswa tidak menjadi korban kurikulum sehingga susah meraih
yang dicita-citakan dalam memilih jurusan dan mengalami depresi.
Di samping
itu ada juga yang menuliskan bahwa kurikulum saat ini memberatkan siswa dan
tidak ada sopan santun. Agak sedikit sulit bagi siswa baru dalam tahap
permulaan. Kurang baik dan masih membingungkan. Harus disempurnakan. Kurang
tepat karena belum mampu mendidik anak bangsa yang beretika dan cinta negara. Sebagian
menjawab tidak tahu karena tidak ada sosialisasi. Tapi ada juga yang menuliskan
tidak paham.
12. Tempat Mengadu Pendidikan
Selama ini tempat mengadu responden kebanyakan di sekolah
yang jumlahnya mencapai 54%. Posisi kedua komite sekolah sebanyak 22%, Disdikpora
8%, Dewan Pendidikan 7%, sedangkan media massa, LSM, DPRD, keluarga atau
masyarakat masing-masing 2%. Sedangkan posisi terendah pengaduan melalui
jejaring sosial hanya 1%.
- Rekomendasi
1. Terkait
biaya pendidikan seperti untuk studi tour, sumbangan sukarela, SPP, demikian
juga SPS maupun sumbangan wajib lainnya dan juga untuk buku-buku yang mesti
dibeli karena diberlakukan di sekolah, mohon ditinjau ulang aturan maupun
kebijakan yang ada dan mohon dilakukan pengawasan agar pungutan maupun
sumbangan tidak memberatkan masyarakat. Lebih-lebih sumbangan mestinya bersifat
sukareka sesuai kemampuan mereka yang akan menyumbang.
2.
Berkaitan
dengan syarat administrasi pendidikan, mohon tidak dicampuradukkan dengan
pembiayaan pendidikan karena siswa berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas
dari negara, tanpa melihat dirinya sudah menyelesaikan urusan pembiayaan ataukah
belum.
3.
Persoalan
ketidaktahuan akan berapa besarnya BOSP oleh orangtua murid atau masyarakat
sering dimanfaatkan sekolah untuk menarik SPP lebih tinggi dari BOSP di Kota
Surakarta. Untuk itu maka harus ada sosialisasi akan besarnya BOSP yang berlaku
di kota ini lebih gencar kepada masyarakat agar masyarakat juga bisa ikut
mengawasi kebijakan penarikan SPP di sekolah-sekolah.
4.
Terkait
penarikan uang gedung maupun SPS oleh sekolah mohon ditinjau ulang karena
banyak yang meresahkan dan memberatkan masyarakat. Apalagi dengan ditemuinya
sekolah yang menyamaratakan beban orangtua yang mampu dan tidak mampu. Maka,
untuk itu perlu kejelasan pengertian dan
implementasi antara sumbangan dan pungutan. Yang namanya sumbangan
seharusnya tidak mengikat baik jumlah maupun waktunya. Sasaran mestinya bukan selalu
orangtua murid, tapi praktiknya yang ditargetkan jadi sasaran adalah orangtua
murid. Kalau sudah ditentukan jumlah maupun waktu itu berarti pungutan. Jika
berkeinginan Solo bisa menerapkan wajib belajar 12 tahun, tampaknya masih sangat
jauh untuk bisa direalisasikan karena faktanya masih banyak biaya-biaya yang
ditarik dari masyarakat.
5.
Terkait
kurikulum 2013 mohon koreksi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai
kurikulum tersebut. Kurikulum sudah diberlakukan tapi masih membingungkan. Jadi
terkesan mengejar proyek (nilai besar)-penerbit tertentu yang ditunjuk,
sifatnya politis (ada indikasi ketidakberesan di Kemendikbud-pembengkakan
anggaran). Perangkatnya belum siap (eks pelatihan baru dilakukan–sifatnya dadakan-belum
semua). Sementara pelatihan materi kurikulum 2013 di tingkat daerah belum ada.
Maka, hal itu harus disiapkan sebelumnya dengan baik agar kurikulum tidak
menjadi masalah dan anak-anak yang justru menjadi korban kurikulum.
6.
Bagi
para petugas pelayanan pendidikan, mohon dalam menunaikan tugas yang menjadi
tanggung jawab mestinya dilakukan sebaik-baiknya, jangan sampai terjadi
kekecewaan bagi warga masyarakat yang mestinya dilayani. Lebih-lebih bagi
pendidik yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi, mestinya tunjangan
sertifikasi itu bukan hanya untuk kesejahteraan pribadi tapi untuk meningkatkan
kualitas layanan, meningkatkan profesionalisme. Perlu diingat bahwa dalam dunia
pendidikan itu yang diutamakan adalah bukan the
best input melainkan the best process,
sehingga akan menghasilkan out put
yang baik (the best out put).
7.
Masyarakat
diberi kebebasan memilih dan melakukan pengaduan pendidikan di mana pun yang
dirasa nyaman. Jangan ada intimidasi bagi masyarakat yang mengadu di luar
sekolah atau Disdikpora.
Sekian & terima kasih
------ooo0O0ooo------
Policy
Paper ini ditulis oleh Sulatri & Adi Cahyo, di edit Oleh Pardoyo
Serta
disusun bersama Pegiat Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS) sebagai
upaya partisipasi dalam peningkatan kualitas
pelayanan
pendidikan di Surakarta agar lebih baik.
Sekretariat Bersama MPPS: Kantor Pattiro Surakarta
Sidodadi RT 5 RW I
Pajang Laweyan Surakarta 57146 Telp/Fax. 0271-732030
Contact
Person : Koordinator MPPS: Adi Cahyo / 0812260543, Sekretaris MPPS Sulatri/
08170624845
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus