Oleh Sulatri, S.Sos
Sejak era reformasi dan otonomi daerah sekarang ini ada beberapa
permasalahan yang cukup menonjol dalam dunia pendidikan. Pertama adalah dalam
isu pembiayaan. Dalam isu pembiayaan ini ada beberapa permasalahan yang muncul
antara lain: 1. Pendidikan mahal. 2. Perdebatan mengenai publik dan privat. 3. Desentralisasi
pembiayaan-siapa (pemerintah ) yang menanggung. 4. Putus sekolah yang masih
banyak kita jumpai ditengah masyarakat.
Sedangkan dalam kualitas pendidikan itu ada beberapa persoalan antara
lain: 1. Standarisasi seperti UN
(kerangka hukum baik nasional maupun lokal, jaminan segi pembiayaan). 2. Keterbatasan
anggaran (fasilitas terbatas). 3. Jurang antara peraturan dengan realita.
Perlu kita ketahui bersama bahwa pendidikan merupakan salah satu hak yang
cukup penting sebagai cita-cita pendirian negara ini dan dituangkan dalam UUD
45. Hal ini lebih diperkuat kembali dalam pasal 31 UUD 1945 amandemen ke-4
disyahkan oleh MPR tahun 2002. Disitu disebutkan bahwa : 1. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. 3. Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa
yang diatur dengan undang-undang. 4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan
sekurang-kurangnya 20 % dari anggaran pendapatan belanja negara dan belanja
daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. 5. Pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.
NKRI sebagai salah satu negara yang termasuk sebagai anggota PBB
(Perseriakatan Bangsa-Bangsa)pun juga berkomitmen akan hak pendidikan dalam
rangka pemenuhan HAM. Hal ini dipertegas dalam perjanjian hak ekosob (ekonomi sosial budaya) yang
ratifikasinya disyahkan lewat UU No 11 tahun 2005. yang telah disepakati
bersama oleh PBB.
Hal-hal penting dalam ekosob:
- Adanya kewajiban untuk negara pihak ketiga-penandatangan kovenan untuk secara progresif merealisasikan berbagai hak yang termasuk dalam ekosob.
- Adanya cakupan yang jelas tentang apa saja yang harus dipenuhi dan bagaimana mengukurnya.
Dalam hak pendidikan diterangkan bahwa Negara wajib memenuhi komitmen EFA
(Education For All) setidaknya ditingkat
dasar. Untuk mewujudkanya butuh
legislasi (UU, peraturan, instruksi, juknis).
Dalam hak ekosob dalam pendidikan ada beberapa hal penting yang harus
diupayakan. Antara lain:
1. Negara wajib
menghormati (to respect)
2. Negara wajib
melindungi (to protec)
3. Negara wajib
memenuhi (to fulfil)
4. Negara wajib
mengembangkan (to promote)
Hal ini diperinci lagi dalam beberapa aspek pentinga hak ekosob dalam
pendidikan. Yaitu:
1. Ketersediaan
(SDM, dana infrastruktur)
2. Akses (tidak diskriminasi)
3. Keberterimaan
(kelayakan yang disajikan)
4. Adaptibilitas
(kemampuan menjawab tantangan zaman)
Namun ternyata banyak hal yang musti dibenahi dalam dunia pendidikan di
negeri ini. Dalam fakta dan kondisi aktual pendidikan di Indonesia masih
dijumpai beberpa permasalaha. Antara lain:
1. Banyak
sekolah rusak dan tidak layak pakai
2. Rendahnya
kualitas moral (baca: semangat dan motivasi) guru.
3. Rendahnya
capaian akademis siswa.
4. Masih
tingginya angka putus sekolah di banyak daerah.
5. Masih
banyaknya anak usia sekolah yang belum menikmati pendidikan formal.
Dari berbagai hal tersebut negara memegang peran penting untuk mencapai
berbagai pelaksanaan hak ekosob. Untuk
itu seharusnya Negara harus aktif & pro aktif, tidak boleh menyerahkan kepada masyarakat
untuk menyelesaikan berbagai permasalahan tersebut.
Untuk itu ada beberapa rekomendasi yang seharusnya dilakukan oleh negara.
Antara lain yaitu:
1. Kebijakan
& anggaran seharusnya menuntaskan jurang yang ada antara kenyataan dan
harapan.
2. Harapan
adalah pendidikan yang universal & berkualitas (hak ekosob).
3. Anggaran
sudah seharusnya memastikan tidak ada
lagi warga negara karena tidak ada fasilitas sekolah tidak bisa sekolah.
4. Anggaran
juga memastikan difabel & kelompok marginal bisa mengakses.
5. Anggaran
juga bisa menyentuh aspek kualitas.
6. Adanya
pendekatan pragmatik dengan waktu &
pencapaian yang terukur & sanksi yang bagi siapapun yang menghalangi.
7. Perlunya
sistem evaluasi & penilaian yang terukur bagi lembaga-lembaga pengelola
pendidikan.
keterangan: Sumber dari Hasil Penelitian Pattiro
2007-2011
oleh : Sulatri, S.Sos
Pegiat LSM Pattiro (Pusat Telaah & Informasi
Regional) Surakarta,
Aktif di MPPS (Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar