Senin, 25 November 2013

Pendidikan Berkualitas adalah Hak Masyarakat


Policy Paper Bulan November 2013
Kajian dan Rekomendasi Perbaikan Pelayanan Publik Sektor Pendidikan
MPPS (Masyarakat Peduli  Pendidikan Surakarta)



Pendidikan Berkualitas adalah Hak Masyarakat

A.    Latar Belakang
Berbagai permasalahan berkaitan dengan kebijakan publik tidak akan selesai hanya ditangani jajaran eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik tidak lepas dari unsur keterlibatan stakeholder yang ada baik kalangan organisasi kemasyarakatan (ormas), pemilik modal, ormas sipil maupun tokoh masyarakat. 

MPPS merupakan salah satu jaringan yang didirikan sebagai wujud kepedulian terhadap pendidikan di Soloraya yang juga ingin berkontribusi pada negara melalui dunia pendidikan. Berbagai kegiatan pun telah dilakukan MPPS dalam rangka ikut berpartisipasi membangun dan mendorong pelaksanaan pendidikan agar lebih baik.
Dengan lahirnya Undang-undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik di Indonesia semakin membuka ruang-ruang partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik agar semakin baik. Masyarakat berhak untuk berpartisiasi dalam perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi dalam pelayanan publik. Tentu ini semakin memompa semangat MPPS untuk bisa berjuang dalam pendidikan untuk masyarakat.
Pada 2013 ini MPPS banyak melakukan diskusi rutin dan juga advokasi di dunia pendidikan terhadap berbagai kasus yang masuk dalam pengaduan MPPS. Selama ini di tengah masyarakat banyak dijumpai berbagai macam keluhan akan dunia pendidikan khususnya untuk pendidikan dasar dan menengah. Akan tetapi berbagai persoalan tersebut amat disayangkan jika hanya menjadi rahasia umum yang tidak ada pemecahannya.
Sayangnya, meskipun sudah banyak kotak pengaduan ternyata banyak masyarakat yang tidak memanfaatkannya. Meskipun kotak pengaduan itu kosong bukan berarti tidak ada permasalahan dalam dunia pendidikan. Masyarakat memang tidak berani mengungkapkan permasalahannya. Akan tetapi banyak juga masyarakat yang lebih memilih menyampaikan pengaduannya kepada LSM, media massa atau ke walikota. Akan tetapi itu masih bisa dihitung, masih banyak masyarakat yang hanya diam saja meskipun mereka juga mengeluh.
Untuk itu MPPS bermaksud menyebarkan formulir pengaduan dalam rangka menjadi media jembatan masyarakat dan stakeholder terkait. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan dalam dunia pendidikan segera ada pemecahan. Dan, lebih utama lagi cita-cita berdirinya negara ini bisa tercapai. Akan tetapi disadari bahwa MPPS tidak akan memecahkan permasalahan pengaduan kasus demi kasus tetapi lebih utama adalah memberikan masukan terkait kebijakan yang dibuat pemerintah dalam dunia pendidikan.
Agar proses pengaduan ini bisa lebih tertata dan sampai ke pemangku kebijakan yang terkait untuk bisa melakukan perbaikan maka MPPS mencoba mendesain dalam bentuk formulir dan mempersilakan masyarakat menyampaikan unek-unek atau mengadu melalui MPPS sebagaimana telah dipersiapkan di lembaga-lembaga anggota MPPS yang dijadikan posko-posko pengaduan MPPS maupun melalui pegiat-pegiat MPPS yang tersebar di berbagai wilayah.
Adanya pengaduan ini juga kami sosialisasikan ke media massa agar makin banyak warga masyarakat yang memanfaatkan posko pengaduan. Hal ini sebagai upaya untuk memfasilitasi pengaduan warga masyarakat yang kadang ada yang tidak berani mengadukan institusi terkait karena takut mengalami intimidasi dan sebagainya

  1. Potret Pelayanan Pendidikan Kota Surakarta.
Dalam memfasilitasi pengaduan dari masyarakat, MPPS membuka posko pengaduan dengan menampung pengaduan dalam bentuk pengisian form maupun langsung ke pegiat atau melalui media lainnya. Dalam formulir pengaduan ini kami buat dalam beberapa versi. Ada berupa form yang cukup bentuk pengaduannya dengan mencentang dan mengisi pertanyaan serta manambah uraian tapi sedikit. Dan, ada juga yang memberi keleluasaan pengadu untuk menjelaskan panjang lebar dengan mengungkapkan permasalahan, kronologis dan berbagai bukti untuk mempermudah  menyelesaikan kasus tersebut.
Form ini kami sediakan untuk orang tua atau anak sekolah dari tingkat SD sampai SMA/SMK yang anaknya sekolah di Kota Surakarta.  Kalau form yang berwujud pertanyaan-pertanyaan kami mencoba mengambil dari form yang disediakan oleh ombudsmen tapi kita kembangkan sendiri untuk makin mempermudah mendetailkan persoalan di dunia pendidikan.

1.    Responden
Dalam formulir pengaduan yang diterima di MPPS sejak bulan Mei–November 2013 ini ada 44 warga yang melakukan pengaduan. Warga yang mengadu kebanyakan berjenis kelamin laki-laki 86%, sedangkan sisanya 14% oleh perempuan. Di sini kami melihat bahwa yang lebih berani mengadu itu masih didominasi oleh laki-laki.  Sedang dari kategorisasi usia pengadu lebih banyak usia 31-40 tahun ada 49% dan di bawahnya ada usia 51 tahun ke atas ada 21%. Sedang kategori usia 20 tahun ke bawah tidak ada yang mengadu.

2.    Biaya
Dilihat dari pembiayaan ternyata hal yang paling memberatkan masyarakat adalah biaya studi tour yang jumlahnya 30%, diikuti sumbangan sukarela 27%, SPP dan sumbangan wajib berjumlah sama 18%, dan yang paling bawah adalah pembiayaan buku-buku 7%.

3.    Persoalan Administrasi
Kebanyakan responden menyatakan tak mengalami permasalahan adiministrasi. Yang tidak mengalami permasalahan ada 68% dan yang mengalami permasalahan ada 32%. Adapun yang mengalami permasalahan dalam administrasi menjelaskan adanya pembayaran tanpa kwitansi. Adanya permasalahan administrasi dalam proses penerimaan murid. Adanya pungutan uang pembangunan maupun uang gedung sebagai syarat administrasi. Dan juga melakukan pungutan terhadap orangtua/murid sekolah terkait kelengkapan administrasi.
4.    BOSP
Ditanya mengenai pengetahuan tentang BOSP (Biaya Operasional Satuan Pendidikan) Surakarta baik tingkat SD-SMA/SMK kebanyakan masyarakat tidak tahu. Yang tidak tahu sebanyak 71% dan yang tahu hanya 29%. Maka, tidak heran ketika ditanya seberapa besar perbandingan SPP dan BOSP, banyak yang menjawab tidak tahu 63%, SPP lebih besar dari BOSP ada 18%, SPP sama dengan BOSP ada 12% dan SPP lebih kecil dari BOSP ada 7%.
5.    Uang Gedung
Ditanya mengenai keberadaan uang gedung, responden yang menjawab ada uang gedung 61% dan yang tidak ada hanya 29%. Adapun jumlah uang gedung itu juga bermacam-macam bahkan ada yang menyebut sumbangan sukarela tapi kenapa ditentukan jumlah dan waktunya. Apa ini bukan pungutan? Adapun besarnya berbeda-beda, ada yang Rp 250.000, Rp 300.000, Rp 1.000.000, Rp 1.200.000, Rp 1.500.000, Rp 2 juta, bahkan ada yang sampai Rp 3.200.000. Tapi ada yang mengisi negosiasi dengan sekolah. Biarpun jumlahnya berbeda-beda tapi pengadu keberatan dengan adanya tarikan ini.
6.    Pelayanan Petugas
Berkaitan dengan keluhan pelayanan petugas itu paling banyak ditemui di tenaga pengajar sebesar 50%, petugas administrasi pendidikan 30% dan birokrasi pendidikan sebesar 20%.
 7.    Persoalan Fasilitas Pendidikan
Berkaitan dengan persoalan fasilitas pendidikan yang banyak diadukan masyarakat adalah transportasi ke sekolah 44%, gedung sekolah 30% dan sarana prasarana sekolah ada 26%.   Dalam keterangannya berkaitan fasilitas pendidikan responden ada yang mengisi buku-buku pelajaran untuk dipinjamkan terbatas di perpustakaan, Sekolah dianggap kurang menarik dan kurang bersih.
8.    Prosedur Pendidikan
Berkaitan dengan prosedur pendidikan banyak pengadu yang menyatakan tidak mempunyai masalah. Adapun yang bermasalah 35% dan 65% yang menyatakan tidak mengalami permasalahan dalam prosedur pendidikan. Dalam keterangannya yang bermasalah ada yang menuliskan tidak tahu apa-apa tahu-tahu disuruh bayar. Dan kurikulum yang tidak tepat serta kurang sempurna.

9.    Permasalahan Menempuh Pendidikan
Biarpun berbagai persoalan ditemui masyarakat dalam mengakses hak untuk mendapatkan pendidikan tapi secara umum dalam garis besarnya masyarakat menyatakan tidak bermasalah menempuh pendidikan. Ada 35% yang menyatakan mengalami permasalahan menempuh pendidikan dan ada 65% yang menyatakan tidak bermasalah. Yang bermasalah menempuh pendidikan ada yang menambahkan catatan masih tingginya biaya pendidikan. Dan, kurang sarana dan prasarana serta perpustakaan kurang lengkap di sekolah. 
10.  Pelibatan Penyusunan Kebijakan
Sebagian besar responden menjawab tidak pernah dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan oleh sekolah. Ada 62% yang menyatakan tidak pernah. Dan ada 38% menyatakan pernah dilibatkan. Dalam keterangannya ada yang menuliskan bahwa dalam pelibatan penyusunan kebijakan sekolah ada yang menulis baik atau cukup kebijakan sekolah dibuat oleh sekolah, sedangkan komite sekolah tinggal baca di hadapan wali murid.
Sekolah harus transparan agar tidak membingungkan. Ada yang juga menulis sekolah tidak bijak. Sekolah perlu mendisiplinkan murid. Sekolah mohon bebas uang SPP. Pendidikan diharapkan tidak dipungut biaya kecuali seragam dan buku. Kebijakan pendidikan tidak harus mengikat. Kebijakan kadang masih bisa tawar-menawar. Kebijakan sayangnya tidak pernah melibatkan orangtua murid. Sekolah sering tidak melanjutkan hasil rapat dan sekolah kadang mengambil keputusan sendiri. Bahkan, sekolah masih berorientasi komersial dan memberatkan orangtua murid.

11.  Tanggapan Terhadap Kurikulum Saat Ini
Penilaian kurikulum saat ini (Kurikulum 2013) ada responden yang menanggapi dengan menuliskan sudah bagus dan mengalami kemajuan, sudah baik. Kemampuan anak menyerap informasi sangat kuat jadi bila kurikulum mencakup banyak materi malah lebih baik.
Kurikulum 2013 dinilai minim sosialisasi. Sekolah yang diberi mandat melakukan seleksi siswa tidak baik dalam melaksanakannya. Responden menilai ada sistem penawaran penilaian siswa agar siswa tidak menjadi korban kurikulum sehingga susah meraih yang dicita-citakan dalam memilih jurusan dan mengalami depresi.
Di samping itu ada juga yang menuliskan bahwa kurikulum saat ini memberatkan siswa dan tidak ada sopan santun. Agak sedikit sulit bagi siswa baru dalam tahap permulaan. Kurang baik dan masih membingungkan. Harus disempurnakan. Kurang tepat karena belum mampu mendidik anak bangsa yang beretika dan cinta negara. Sebagian menjawab tidak tahu karena tidak ada sosialisasi. Tapi ada juga yang menuliskan tidak paham.

Tempat Mengadu Pendidikan

Selama ini tempat mengadu responden kebanyakan di sekolah yang jumlahnya mencapai 54%. Posisi kedua komite sekolah sebanyak 22%, Disdikpora 8%, Dewan Pendidikan 7%, sedangkan media massa, LSM, DPRD, keluarga atau masyarakat masing-masing 2%. Sedangkan posisi terendah pengaduan melalui jejaring sosial hanya 1%.

  1. Rekomendasi
1.  Terkait biaya pendidikan seperti untuk studi tour, sumbangan sukarela, SPP, demikian juga SPS maupun sumbangan wajib lainnya dan juga untuk buku-buku yang mesti dibeli karena diberlakukan di sekolah, mohon ditinjau ulang aturan maupun kebijakan yang ada dan mohon dilakukan pengawasan agar pungutan maupun sumbangan tidak memberatkan masyarakat. Lebih-lebih sumbangan mestinya bersifat sukareka sesuai kemampuan mereka yang akan menyumbang.
2.   Berkaitan dengan syarat administrasi pendidikan, mohon tidak dicampuradukkan dengan pembiayaan pendidikan karena siswa berhak mendapatkan pendidikan yang berkualitas dari negara, tanpa melihat dirinya sudah menyelesaikan urusan pembiayaan ataukah belum.
3.   Persoalan ketidaktahuan akan berapa besarnya BOSP oleh orangtua murid atau masyarakat sering dimanfaatkan sekolah untuk menarik SPP lebih tinggi dari BOSP di Kota Surakarta. Untuk itu maka harus ada sosialisasi akan besarnya BOSP yang berlaku di kota ini lebih gencar kepada masyarakat agar masyarakat juga bisa ikut mengawasi kebijakan penarikan SPP di sekolah-sekolah.
4.  Terkait penarikan uang gedung maupun SPS oleh sekolah mohon ditinjau ulang karena banyak yang meresahkan dan memberatkan masyarakat. Apalagi dengan ditemuinya sekolah yang menyamaratakan beban orangtua yang mampu dan tidak mampu. Maka, untuk itu perlu kejelasan pengertian  dan implementasi antara sumbangan dan pungutan. Yang namanya sumbangan seharusnya tidak mengikat baik jumlah maupun waktunya. Sasaran mestinya bukan selalu orangtua murid, tapi praktiknya yang ditargetkan jadi sasaran adalah orangtua murid. Kalau sudah ditentukan jumlah maupun waktu itu berarti pungutan. Jika berkeinginan Solo bisa menerapkan wajib belajar 12 tahun, tampaknya masih sangat jauh untuk bisa direalisasikan karena faktanya masih banyak biaya-biaya yang ditarik dari masyarakat.
5.    Terkait kurikulum 2013 mohon koreksi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kurikulum tersebut. Kurikulum sudah diberlakukan tapi masih membingungkan. Jadi terkesan mengejar proyek (nilai besar)-penerbit tertentu yang ditunjuk, sifatnya politis (ada indikasi ketidakberesan di Kemendikbud-pembengkakan anggaran). Perangkatnya belum siap (eks pelatihan baru dilakukan–sifatnya dadakan-belum semua). Sementara pelatihan materi kurikulum 2013 di tingkat daerah belum ada. Maka, hal itu harus disiapkan sebelumnya dengan baik agar kurikulum tidak menjadi masalah dan anak-anak yang justru menjadi korban kurikulum.
6.    Bagi para petugas pelayanan pendidikan, mohon dalam menunaikan tugas yang menjadi tanggung jawab mestinya dilakukan sebaik-baiknya, jangan sampai terjadi kekecewaan bagi warga masyarakat yang mestinya dilayani. Lebih-lebih bagi pendidik yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi, mestinya tunjangan sertifikasi itu bukan hanya untuk kesejahteraan pribadi tapi untuk meningkatkan kualitas layanan, meningkatkan profesionalisme. Perlu diingat bahwa dalam dunia pendidikan itu yang diutamakan adalah bukan the best input melainkan the best process, sehingga akan menghasilkan out put yang baik (the best out put).
7.    Masyarakat diberi kebebasan memilih dan melakukan pengaduan pendidikan di mana pun yang dirasa nyaman. Jangan ada intimidasi bagi masyarakat yang mengadu di luar sekolah atau Disdikpora.

Sekian & terima kasih
------ooo0O0ooo------
Policy Paper ini ditulis oleh Sulatri & Adi Cahyo, editor Pardoyo
dan disusun bersama Pegiat Masyarakat Peduli Pendidikan Surakarta (MPPS) sebagai upaya partisipasi dalam peningkatan kualitas pelayanan pendidikan 
di Surakarta.


Disampaikan dalam Audiensi MPPS ke Disdikpora Surakarta (15/11/13)






Sekretariat Bersama MPPS: Kantor Pattiro Surakarta
 Sidodadi RT 5 RW I  Pajang Laweyan Surakarta 57146 Telp/Fax. 0271-732030
Contact Person : Adi Cahyo / 0812260543


1 komentar: