Minggu, 22 Februari 2015

Pentingnya Persamaan Persepsi dalam Melakukan Reformasi Birokrasi

Ketika  Civil Society Organizations (CSO) akan melakukan upaya mendorong reformasi birokrasi ada beberapa hal penting yang harus disiapkan. Antara lain: persamaan peserpsi seperti apa birokrasi yang akan dilakukan. Kedua, hal apa yang akan dilakukan dan yang ketiga adalah profesionalitas atau isu apa yang akan diperjuangkan dari lembaga yang akan melakukan reformasi birokasi. Hal ini terungkap dalam Diskusi Kualisi “memotret agenda reformasi birokrasi dalam proses perencanaan  dan penggangaran di Kota Surakarta” yang diselenggarakan Pattiro Surakarta, di Solobistro Solo, Sabtu,26 April 2014.
            Menyanggkut reformasi birokrasi disandingkan dengan UU PP peserta mengganggap peran eksekutif belum maksimal. Terlihat masih adanya diskriminasi, lemahnya pengawasan secara internal. Dan pengawasan eksternal, mengenai jabatan kepala dinas tidak sesuai dengan kapasitasnya/profesinya. Kemudian peran DPRD seperti apa. Kenapa anggaran untuk masyarakat masih sering adanya capur tangan dari SKPD
            Alex Taufiq, Ketua MP3S (Masyarakat Peduli Pelayanan Publik Surakarta) memberi contoh untuk fasilitas kantor ada dua dinas yang tidak sesuai dengan pelayanan publik seperti Dinsostrans. Dan ini dampak dimana pemerintah bergerak tenaga kerja ditambah namun pengangguran kurangi namun fasilitas tidak diperbaiki. Maka perlu adanya pos pelayanan terpadu yang melibatkan masyarakat, mengenai pengawasan diinternal dirasa masih kurang maksimal terutama di Inspektorat untuk eksternal perlu adanya proaktif dari masyarakat. Sosialisasi kurang sekali, untuk SDM sering kebijakan eksekutif itu tidak sesuai dengan profesinya.  

Partisipasi Masyarakat Mengawal Program Bantuan Sosial

Dwi Wisnu Wardana

Sering terjadinya salah sasaran program bantuan sosial di Kota Solo adalah salah satu dari sekian banyak permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kota Solo dewasa ini. Kurangnya pemahaman  masyarakat terkait dengan proses mekanisme pendataan atas program – program bantuan sosial yang ada disinyalir menjadi sebab kurang aktifnya partisipasi masyarakat dalam proses pengawalan pendataan penerima bantuan sosial di masyarakat. Disamping Pemkot yang terkesan kurang proaktif dalam melakukan pendataan masyarakat miskin untuk menyalurkan bantuan sosial warganya. Hal ini dinyatakan pada sesi awal diskusi analisis program jaminan kesehatan kota solo yang diselenggarakan PATTIRO Surakarta di Hotel Indah Palace, Selasa, 1 Juli 2014
 Diskusi  yang dilakukan PATTIRO bersama komunitas  diantaranya menyebutkan bahwa Pemkot cenderung lebih menuntut masyarakat untuk proaktif ‘memiskinkan diri’ kepada Unit yang bertanggungjawab demi mendapatkan bantuan ketimbang memilih untuk melakukan pendataan langsung kelapangan. Padahal dengan terjun langsung kelapangan sangat dimungkinkan Pemkot Solo akan dapat memiliki data valid masyarakat miskin, tanpa menunggu mereka mengaku-aku. Data valid warga miskin tersebut  dapat dijadikan sebagai data utama untuk mendistribusikan jaminan sosial lainnya, seperti: PKMS, BPKMS, Raskinda, dan RTLH.

Tidak Ada 50 % Anggota Dewan yang Paham Anggaran

Serengan. Hal ini diungkapkan, Ayu Prawitasari, wartawan Harian Solopos Solo salah satu peserta dalam Focus Grup Diskusi (FGD) Koalisi “Sharing regulasi proses perencanaan, penganggaran untuk penilaian kinerja aparatur birokasi di Kota Surakarta”, yang di selenggarakan Pattiro Surakarta di Hotel Sarila, Serengan Solo, Sabtu, 31 Mei 2014.
            Parahnya dokumen itu hanya dipegang Ketua Komisi dan Sekretaris Komisi dan banyak dewan yang tidak tahu. Jika permasalahan anggaran yang menjadi kewajibannya saja Dewan minim yang tahu bagaimana mereka akan melakukan fungsi kontroling anggaran, baik dalam proses perncanaan, pelaksanaan maupun monitoring evaluasi anggaran.