Senin, 05 April 2010

Bukan Aktifis Kalau Tidak Merokok!!!

Minggu, 18 Mei 2008
Sulatri
Di tengah ramainya pelaksanaan Muspimnas PB PMII, Desember 2006 di Pasuruan sempat ada keheranan pada diriku melihat banyak sahabat yang sebenar ia menjadi delegasi bisa masuk forum justru lebih memilih bergabung dengan forum diluar. Ketika kutanya apa sebabnya ternyata mereka bukannya tidak ingin masuk akan tetapi tidak kuat dengan iklim yang terjadi disana. Bukan iklim panas atau ramainya pembahasan dan perdebatan atau iklim politik yang terjadi ditengah forum, akan tetapi disebabkan oleh satu hal yang mungkin tidak banyak orang yang peduli terlebih para aktifis pergerakan yang biasa bergadang sampai malam. Apalagi kalau bukan soal rokok, satu sisi itu membuat para penikmatnya bagai disurga sedang disisi lain ada yang merasa bagai di “neraka” kadang orang tidak peduli.

Sempat ku mempertanyakan akan hal itu, apakah benar seperti itu yang terjadi di ruang forum? Tiada kusangka memang itu sungguh-sungguh yang terjadi diforum utama. Aula besar Hotel yang ber-AC dipenuhi dengan asap rokok yang sangat tebal dan menyesakkan nafas. Sungguh luar biasa pekatnya asap, panas dan sesaknya di ruangan oleh asap rokok saat itu. Baru lima belas menit didalamnya kumerasa sesaknya minta ampun. Betapa susah untuk narik nafas, belum bau yang entah ku tak tahu bagaimana mengambarkannya. Pantas saja banyak sahabat yang merasa keberatan disana dan lebih memilih diluar bisa ikut forum lainnya seperti forum diskusi yang diadakan PKC PMII Jawa Tengah misalnya. Atau mungkin justru lebih menyibukkan diri dengan jalan-jalan disekitar lokasi.

Itu hanya cerita sedikit tentang rokok di tengah kita. Memang masalah rokok sudah tidak menjadi rahasia lagi, disatu sisi ada yang menjadikan itu masalah tapi disisi lain justru menjadi kebutuhan “wajib” oleh sebagian orang di Indonesia. Di PMII sendiri para kader yang awal mulanya tidak merokok justru menjadi perokok berat setelah aktif di PMII. Sebenarnya tidak ada ada kurikulum apalagi materi merokok dalam organisasi. Tapi entah mengapa justru hal itu yang paling cepat ditindaklanjuti. Hal ini tidak terjadi pada saat ini saja akan tetapi sudah turun-temurun dari generasi ke generasi. Ini terlepas darimana dan bagaimana caranya mendapatkan rokok masing-masing individu. Ketika saya menanyakan pada salah seorang sahabat yang sepengetahuanku awalnya dia tidak merokok justru sekarang setelah aktif di PMII menjadi perokok, katanya tanpa panjang lebar“bukan aktifis kalau tidak merokok”.


“Lho emang apa relasinya aktifis dan merokok”, tanyaku. Dia menjelaskan bahwa untuk jadi aktifis itu mau tak mau harus sering bergadang ditengah malam untuk menyelesaikan berbagai agenda organisasi. Untuk bisa tetap “melek” itu butuh tenaga ekstra dimana rokok bisa membantunya. Kupikir memang betul sih, tapi apakah dalam setiap kegiatan harus merokok sebagai solusinya. Bahkan tidak peduli itu ruang AC dan juga disitu juga banyak orang yang tidak merokok yang juga mempunyai hak untuk menikmati udara segar! Belum berpikir bagaimana teknik aktifis tersebut mendapatkannya yang kadang menggunakan berbagai cara yang kadang “nggilani”.

Satu peristiwa pernah terjadi sehabis mengikuti Kongres PB PMII 2004 di Kutai Kalimantan Timur, salah seorang sahabat saya masuk rumah sakit. Setelah dicek ternyata hal tersebut diakibatkan karena terlalu lama berada di ruangan yang penuh dengan asap rokok. Sahabat saya itu memang mengakui bahwa sebenarnya ia sudah merasakan sesaknya di forum oleh asap rokok. Akan tetapi, ia tetap bertahan karena dia ingat sebagai delegasi dari jauh yang sudah banyak pengorbanan agar bisa tetap ikut kongres tentunya juga harus mengikuti forum sampai usai. Ini tadi hanya salah satu peristiwa yang mungkin tidak terpikir dibenak kita. Sungguh amat disayangkan jika Forum besar seperti Muspimnas, Kongres dan lain-lainnya sebagai tempat yang bisa diikuti untuk bisa membuat dan mengambil keputusan penting akhirnya tidak bisa diikuti oleh semua peserta hanya karena salah satu hal seperti rokok. Apakah kita hanya akan mengedepankan keinginan kita semata, karena dianggab itu sudah menjadi tradisi tanpa melihat bagaimana hak-hak orang lain yang terkadang dilanggar??? (La-3)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar