Selasa, 21 Desember 2010

Resume Buku

PEREMPUAN “Melek” ANGGARAN DAERAH

“Potret Atas Advokasi Anggaran di Kabupaten Boyolali”



S

ejarah telah mencatat bahwa kemajuan untuk kaum perempuan di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya telah mengalami banyak peningkatan hingga abad ini. Budaya patriarki yang sangat kental sedikit demi sedikit telam mulai berkurang. Dari segi pendidikan boleh dikatakan bahwa saat ini sudah mulai banyak perempuan yang bisa mencapai pendidikan tinggi setara dengam kaum laki-laki. Akan tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ternyata di lapangan kita masih banyak menemui berbagai kendala yang dihadapi oleh kaum perempuan. Dari sector pendidikan misalnya, pendidikan perempuan masih jauh lebih rendah dibanding kaum laki-laki. Mau tidak mau tentu hal ini akan membawa efek berantai keberbagai sektor yang lainnya. Pada akhirnya perempuan lebih banyak menjadi obyek yang pasif terhadap berbagai persoalan yang sebenarnya bisa mereka lakukan. Akan tetapi untuk mendongkrak pemikiran agar perempuan bisa berani tampil maju itu juga butuh proses dan juga dorongan dari berbagai pihak baik perempuan itu sendiri dan juga kaum laki-laki dengan berbagai latar belakang profesinya.

Langkah awal yang muski dilakukan adalah adanya upaya tentang pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender sendiri merupakan Strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis, untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan,dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh krbijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.

Salah satu pola yang dilakukan untuk bisa membuka dan mendorong perempuan untuk bisa mewarnai kebijakan yang ada didaerahnya adalah dengan pembelajaran bersama mengenai anggaran yang responsif gender. Berawal dengan pembelajaran tentang gender dilanjutkan dengan pengetahuan mengenai anggaran pada umumnya dan khususnya yang responsif gender diharapkan nantinya warga, khususnya perempuan dan berbagai stakeholder penentu kebijakan bisa bersama-sama melakukan berbagai pengkritisan dan perbaikan-perbaikan mengenai pelayanan kebijakan publik yang responsif gender.

Perbedaan persepsi mengenai pemahaman gender di masyarakat yang masih sering salah kaprah diharapkan sedikit demi sedikit nanti akan semakin terkurangi. Dan budaya patriarki yang membelenggu kaum perempuan untuk bisa berpartisipasi dalam kebijakan publik semakin terbuka. Dengan demikian nantinya diharapkan ada sinergi akan arah kebijakan yang pro rakyat miskin dan pro perempuan. Mari kita tujukkan bahwa perempuan itu bukan hanya makluk kelas dua yang tidak bisa berbuat apa-apa buat apa-apa, baik untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya serta berbagai kebijakan publik yang ada di negeri ini.

Diterbitkan Oleh Pattiro Surakarta didukung oleh The Asia Foundation




Kamis, 04 November 2010

Suasana Mencekam Turut Menyelimuti Bukit Menoreh

Adanya getaran dan letusan Gunung Merapi tadi malam dan dini hari tadi, (5/11) yang dapat dirasakan warga sejauh 25 kilometer dari titik letusan ternyata juga sedikit terasa di Bukit Menoreh (Kabupaten Magelang, Purworejo dan Kulon Progo).

Di Kabupaten Kulon Progo seperti di Kecamatan Girimulyo, Samigaluh, Kalibawang dan beberapa kecamatan yang termasuk Kabupaten Purworejo Jawa Tengah juga mengalami suasana mencekam akibat letusan Gunung Merapi. Perbukitan tersebut juga di selimuti debu yang amat tebal dalam waktu beberapa hari ini. Bahkan saat tulisan ini di buat sekitar Pk 10.00 WIB disana suasananya gelap seperti kalau pada Pk 05.30 WIB dihari-hari normal.

Ketebelan debu dari Merapi sampai 0,5 hingga 1 cm lebih menyelimuti berbagai benda yang ada di Bukit Menoreh. Yang menjadi permasalahan ternyata debu tersebut juga membawa bau Belerang yang sangat tajam baunya membuat sesak nafas dan tentu membawa racun. Ketebalan debu di pohon-pohon banyak menyebabkan pohon-pohon yang mengalami patah dan ambruk karena tidak kuat menahan beban debu tersebut. Dan warga susah mencari air bersih.

Para petani disana sangat kesusahan ketika akan mencari rumput. Pohon-pohon dan dedaunan pada diselumuti abu vulkanik sehingga ketika akan memberi makan ternaknya mereka terpaksa harus mencucinya dengan air dahulu agar sehat dimakan hewan.

Suasana begitu gelap mencekam di perbukitan ini ditambah aliran listrik yang mati membikit suasana semakin sunyi. Para penduduk pada susah bepergian karena alam masih gelap. Sumardiyo, Kaur Keuangan Desa Purwosari Girimulyo menambahkan bahwa, “Suasana Bukit Menoreh saat ini seperti ketika terjadi gempa yang menimpa Jogjakarta dan Klaten tahun 2006”.

Para pegawai dan anak-anak sekolahpun tidak bisa berangkat ke kantor dan ke sekolah karena suasana yang memang sangat mencekam di daerah tersebut. Para tokoh masyarakatpun juga bertindak aktif untuk turut menenangkan masyarakat yang sedang mengalami kepanikan. Ada yang mencoba datang ke Puskesmas untuk meminta masker yang rencana akan dibagikan ke masyarakat. Dan Untuk yang beragama Islam mereka secara berjamaah di Masjid-masjid melakukan istighotsah untuk kebaikan bersama.

Oleh Latri

Getaran Hebat Merapi dari Tekanan Magma Sedalam 6-8 Kilometer

www.tempointeraktif.com


Titik api diam Gunung Merapi terlihat dari Umbulharjo, Cangkringan, Sleman, Senin (1/11). Merapi masih mengeluarkan awan panas dan guguran material. TEMPO/Arif Wibowo

TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Getaran Gunung Merapi dini hari tadi, (5/11) dirasakan warga sejauh 25 kilometer dari titik letusan. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM, Surono, mengatakan getaran hebat itu muncul karena tekanan magmanya sangat dalam, dengan kedalaman 6-8 kilometer.

Padahal pada letusan tahun 2006 sebelumnya, tekanan magma hanya pada kedalaman 1-2 kilometer. “Apa yang terjadi sekarang kantong fluida yang begitu dalam, tekanan magma mencapai 6-8 kilometer,” kata Surono kepada Tempo, Jumat, (5/11). Tekanan yang begitu dalam inilah yang membuat letusan Merapi lebih besar dibanding letusan 2006.

Tekanan magna ini diakui Surono sangat besar pengaruhnya. Misalnya, luncuran awan panas yang terjadi tadi malam mencapai 15 kilometer. Jarak getaran dirasakan oleh warga sejauh 20-an kilometer.

Menurut Surono, semburan awan panas dan getaran yang begitu dalam itu hanya mungkin terjadi jika sumber getaran itu jauh di dalam. “Tidak mungkin getarannya sekuat itu kalau sumbernya tidak dalam,” kata Surono.

Membandingkan letusan Merapi tahun 1930, yang waktu itu hujan kerikil mencapai Madura, maka letusan Merapi tahun ini menyerupai tekanan letusan Merapi tahun itu. Menurut Surono, jika tekanannya dangkal, misalnya sedalam 1-2 kilometer, maka letusan yang dihasilkan tidak akan sedahsyat itu.

Mengenai hujan kerikil yang terjadi di sekitar kawasan Cangkringan, Surono mengatakan jika itu terjadi karena tekanan dari dalam yang begitu besar. Dari pantauan Tempo, hujan abu sudah menyelimuti Kota Yogyakarta untuk kedua kalinya. Namun kali ini hujan abu vulkaniknya jauh lebih tebal ketimbang yang pertama. Bahkan tadi malam hujan abu vulkanik terjadi di kawasan pusat Kota Yogyakarta.

Sementara itu mengenai jarak awan membumbung akibat letusan Merapi, Surono mengatakan hingga saat ini pihaknya belum bisa memantau puncak Merapi karena tertutup awan. “Yang jelas jarak tadi pagi jam 05.00 sekitar 4 kilometer, tetapi awannya berdulung-gulung dan susul menyusul,” katanya.

BERNADA RURIT

Rabu, 27 Oktober 2010

Menuju Dasawarsa Kedua Pattiro Surakarta:

Itulah salah satu hal yang cukup santer diungkapkan dari Stakeholder Pattiro dalam seminar “Konsultasitasi Publik, Pattiro Surakarta, Menuju Dasawarsa Kedua”, Senin, 4 Oktober 2010 di Graha Nikat Rasa Surakarta. Selain itu Pattiro diharapkan bisa menyajikan akan informasi-informasi kebijakan public khususnya anggaran yang mudah dipahami masyarakat.

Memang banyak diakui bahwa Pattiro itu seringkali tampil di media massa. Di Surakarta masih jarang NGO yang bisa tampil media massa. Padahal dalam hal advokasi mereka juga tidak kalah dengan Pattiro. Ini salah satu hal yang bisa menjadi positif sekaligus negative.

Positif artinya bisa bisa bersinergi dengan Media (ajang Publikasi & kerjasama). Negatifnya jika kita seringnya tampil dimedia hanya menjadi selibritis artinya tidak bisa mengarahkan media tapi cenderung ajang konsumsi media sehingga greget advokasi kita terlantarkan.

Dalam kegiatan tersebut Pattiro mengundang Nara Sumber Ir Joko Widodo (Walikota Surakarta) tidak hadir karena sedang bersamaan agenda yang lain, KH Dian Nafi’, Pendiri Pattiro Surakarta dan juga Pimpinan PP Mahasiswa Al Muayyad Windan. Dan juga Rakhmat Wahyudi (Akuntan Publik di Kota Solo)

Senin, 02 Agustus 2010

Perlunya Terobosan LSM Mencari Dana

Soloraya.net 2010

Seiring dengan banyaknya bermunculnya LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) terutama setelah masa reformasi mau tidak mau para aktifis yang terjun di dunia LSM harus bersaing ketat untuk bisa mencari dana untuk bisa menjalankan berbagai programnya untuk advokasi ke tengah masyarakat. LSM yang dahulu masih dipandang sebelah mata kini juga menjadi incaran para lulusan kampus untuk mencari kerja. Yah…boleh dikatakan kerja di LSM kini juga mempunyai prestise yang dianggab bagus ditengah masyarakat.

Bukan hanya di tengah masyarakat LSM mendapat nilai plus, tetapi dikalangan penentu kebijakan public seperti ekskutif dan legislative juga senantiasa diajak sebagai mitra patner kerja untuk bisa berpartisipasi membangun bangsa ini. Terlepas nanti ada saling kritik dan koreksi dan sebagainya.

Kemudahan dalam mengakses dana dari donor sering dimanfaatkan oleh banyak orang untuk mendirikan LSM-LSM jadi-jadian untuk bisa mengakses dana tersebut. LSM jadi-jadian ini sering mengajukan proposal ke donor tapi pelaksanaan programnya dilapangan tidak jalan. Hal ini yang membuat citra LSM di masyarakat dan kalangan donor menjadi negative.

Akibatnya kepercayaan lembaga donor terhadap LSM menjadi merosot dan saat ini untuk bisa mendapatkan kucuran dana dari donor, LSM dituntut untuk lebih bisa memperbaiki berbagai hal baik di lembaganya sendiri maupun autput capain program yang dijalankan. Perekrutan personel yang masuk di LSM yang sembarangan juga bisa menjadikan pencitraan dan autput program LSM sendiri menjadi jelek.

Dalam salah satu rangkaian peluncuran buku “Akuntabilitas LSM : Politik, Prinsip & Inovasi” yang diterbitkan oleh Pokja OMS bekerjasama dengan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) di Hotel Agas Solo untuk LSM se-eks Karisidenan Surakarta beberapa waktu yang lalu. Rustam Ibrahim, Ketua Steering Committee Pokja OMS yang juga merupakan senior aktifis LSM yang menjadi salah satu pembicara acara tersebut menekankan agar LSM-LSM bisa segera memperbaiki citra LSM seperti pada awal munculnya LSM di Indonesia sebagai lembaga diluar pemerintah yang bisa terlibat aktif berpartisipasi dalam pembangunan untuk membela kaum terpinggirkan.

LSM harus bisa membenahi diri sebagai lembaga public yang benar-benar bisa dipertanggungjawabkan akan berbagai hasil kerja dan managemen lembaganya. Dalam acara tersebut banyak terlontar keresahan LSM-LSM akan permasalahan donor yang mulai susah di dapat. Tidak heran karena memang sebagian besar LSM di Indonesia ini hidupnya masih bergantung dengan donor. Hanya sedikit LSM yang sudah bisa hidup dengan mengandalkan dana dari pengelolaan kekayaan lembaga.

Untuk itu para peserta diskusi banyak yang mengusulkan agar LSM bisa mandari dan bisa mencari terobosan baru untuk mendapatkan dana agar lembaga tetap bisa mengadvokasi masyarakat dan terus berjalan meskipun tidak ada dari donor. Mereka juga mengakui bahwa dengan adanya donor LSM jadi geraknya lebih banyak tergantung donor dan banyak program lembaga yang tidak ada donornya jadi tidak berjalan.

Salah satu peserta dari LSM di Wonogiri bahkan mengusulkan agar para pegiat LSM itu yang direkrut itu berasal dari orang yang memang sudah mempunyai penghasilan yang mapan agar nanti ketika di LSM bisa lebih total untuk mengabdi untuk bangsa ini, “ Bukan hanya sibuk memperkaya dirinya lewat LSM”, tambahnya. Usulan tersebut mendapat tepuk tangan yang riuh dari para peserta.

Dengan kesadaran bersama para peserta mengusulkan agar LSM juga bisa mengakses dana dari APBN/APBD yang sebenarnya ada untuk kegiatan-kegiatan advokasi. Sayangnya dana-dana tersebut masih belum bisa diakses karena minimnya relasi LSM dengan penentu kebijakan. Akhirnya dana tersebut hanya bisa diakses oleh orang-orang atau LSM yang dekat dengan penguasa bahkan hanya LSM jadi-jadian buatan para pejabat. Sungguh amat di sayangkan.

Oleh: Sulatri