Sebagai pengguna internet tentu kita sudah bisa membuka website untuk mendapatkan informasi dan berbagai dokumen yang kita butuhkan. Bahkan ada yang bilang bahwa mereka lebih suka belajar melalui internet dibanding harus datang ke perpustakaan untuk mencari buku yang ia perlukan. Ya maklum biar didalam negeripun kita bisa melihat luar negeri dengan cepat. Namun menggunakan internet bukan berarti menafikan keberadaan perpustakaan. Biarpun ada internet tapi perpustakaan tetap diperlukan dan harus tetap dikembangkan.
Kita akui bahwa saat ini banyak sekali lembaga termasuk NGO atau LSM yang sudah membuat website untuk publikasi lembaganya. Dan ternyata banyak sekali lembaga yang mempunyai website tapi isinya stagnan. Bahkan sampai gulung tikar alias mati. Tentunya ini tidak lepas dari berbagai permasalahan lembaga tersebut untuk bisa mendinamiskan websitenya. Istilahnya membuat website itu mudah tapi menjaga keberlangsungan media ini agar tetap menarik dan bisa meng-update hal yang baru itu juga cukup sulit.
Salah satu NGO yang mempunyai website adalah Pattiro Surakarta. www.soloraya.net merupakan websitenya Pattiro Surakarta. Website ini lahir sebagai salah satu upaya Pattiro Surakarta untuk mewujudkan visi dan misi lembaga ini. Adapun visi Pattiro Surakarta yaitu Terwujudnya masyarakat yang sadar akan hak dan kewajiban bernegara menuju tatanan yang berkeadilan.
Dalam membuat website agar menarik dan menjadi rujukan informasi dan media public relation sebuah lembaga itu ternyata membutuhkan strategi dan tidak boleh asal-asalan. “Jika tampilannya kurang menarik, stagnan, tidak ada informasi yang baru, pembaca juga akan jenuh. Akhirnya website kita sedikit penggunanya”, jelas Andi.MSE, Konsultan Website Pattiro Kendal dalam diskusi “Menjadikan www.soloraya.net mendunia” di Kantor Pattiro Surakarta, (24/11).
Memang diakui oleh kebanyakan peserta diskusi yang sebagian besar adalah pegiat LSM bahwa menghidupkan website LSM itu sulit. Bisaanya orang yang mempunyai berbagai informasi dan isu yang layak di tampilkan di media itu adalah orang yang duduk di program atau yang mempunyai mobilitas tinggi. Sayangnya karena orang –orang tersebut juga super sibuk mengurusi berbagai riset dan kegiatan program sehingga untuk menuliskan hasil kegiatan dan risetnya dalam media tidak sempat.
Sedang orang yang bisa dan mau menulis dalam bahasa media juga terbatas. “Nah berarti harus ada orang yang ditugaskan duduk disana untuk bisa menulis dan mempublikasikan informasi-informasi lembaga yang dibutuhkan masyarakat”, tambah Setyo Dwi Herwanto, Spesialis Pattiro Surakarta. Hal itu bisa melalui wawancara pada pegiat maupun stakeholder yang bisa dijadikan contributor untuk website.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mengelola website agar lebih menarik. Kunci utama yang harus kita ingat tentang tiga pilar komponen komunikasi. Pertama adalah pesan, kedua media dan ketiga adalah audien atau penerima pesan. Tiga hal tersebut dapat diturunkan dalam berbagai hal untuk memperjelas arahan suatu pesan bisa berjalan dengan baik dan mudah diterima oleh audiens.
Jadi sebenarnya pesan yang mau disampaikan media ini (website) itu apa? Dan siapa yang akan dijadikan sasaran penerima pesan tersebut. Kira-kira bahasanya mudah dimengerti tidak oleh audiens yang akan dibidik oleh media ini. Hal ini musti harus diperhatikan dan diolah dengan baik.
Dari hasil diskusi website tersebut Irfan Hanafi, Staf IT sekaligus moderator dalam diskusi tersebut menyimpulkan ada enam strategi yang mesti dilakukan untuk membuat website tetap menarik. Pertama adalah posisition website. Kedua, penataan desain isi, ketiga, adanya manajemen pemberitaan. Keempat kontinuitas penulisan. Kelima bahasa dan keenam adalah pengelolaan SDM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar