PEREMPUAN “Melek” ANGGARAN DAERAH
“Potret Atas Advokasi Anggaran di Kabupaten Boyolali”
S |
ejarah telah mencatat bahwa kemajuan untuk kaum perempuan di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya telah mengalami banyak peningkatan hingga abad ini. Budaya patriarki yang sangat kental sedikit demi sedikit telam mulai berkurang. Dari segi pendidikan boleh dikatakan bahwa saat ini sudah mulai banyak perempuan yang bisa mencapai pendidikan tinggi setara dengam kaum laki-laki. Akan tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa ternyata di lapangan kita masih banyak menemui berbagai kendala yang dihadapi oleh kaum perempuan. Dari sector pendidikan misalnya, pendidikan perempuan masih jauh lebih rendah dibanding kaum laki-laki. Mau tidak mau tentu hal ini akan membawa efek berantai keberbagai sektor yang lainnya. Pada akhirnya perempuan lebih banyak menjadi obyek yang pasif terhadap berbagai persoalan yang sebenarnya bisa mereka lakukan. Akan tetapi untuk mendongkrak pemikiran agar perempuan bisa berani tampil maju itu juga butuh proses dan juga dorongan dari berbagai pihak baik perempuan itu sendiri dan juga kaum laki-laki dengan berbagai latar belakang profesinya.
Langkah awal yang muski dilakukan adalah adanya upaya tentang pengarusutamaan gender. Pengarusutamaan gender sendiri merupakan Strategi yang dilakukan secara rasional dan sistematis, untuk mencapai dan mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia (rumah tangga, masyarakat dan negara), melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, kebutuhan,dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh krbijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Salah satu pola yang dilakukan untuk bisa membuka dan mendorong perempuan untuk bisa mewarnai kebijakan yang ada didaerahnya adalah dengan pembelajaran bersama mengenai anggaran yang responsif gender. Berawal dengan pembelajaran tentang gender dilanjutkan dengan pengetahuan mengenai anggaran pada umumnya dan khususnya yang responsif gender diharapkan nantinya warga, khususnya perempuan dan berbagai stakeholder penentu kebijakan bisa bersama-sama melakukan berbagai pengkritisan dan perbaikan-perbaikan mengenai pelayanan kebijakan publik yang responsif gender.
Perbedaan persepsi mengenai pemahaman gender di masyarakat yang masih sering salah kaprah diharapkan sedikit demi sedikit nanti akan semakin terkurangi. Dan budaya patriarki yang membelenggu kaum perempuan untuk bisa berpartisipasi dalam kebijakan publik semakin terbuka. Dengan demikian nantinya diharapkan ada sinergi akan arah kebijakan yang pro rakyat miskin dan pro perempuan. Mari kita tujukkan bahwa perempuan itu bukan hanya makluk kelas dua yang tidak bisa berbuat apa-apa buat apa-apa, baik untuk dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya serta berbagai kebijakan publik yang ada di negeri ini.
Diterbitkan Oleh Pattiro Surakarta didukung oleh The Asia Foundation